Bismillahirahmanirrahim
INFEKSI CNS
Secara normal, otak itu steril, dilindungi oleh tulang
tengkorak dan blood-brain barrier. Bila ada kelainankasusnya langka,
merupakan kegawatdaruratan medis, bisa menyebabkan kematian atau cacat
neurologis yang parah. Etiologinya adalah virus, bakteri, parasite dan
autoimun.
Epidemiologi. Pada ensafilitis akut (infeksi virus berkisar
10.5- 13.8 per 100.000. Pada meningitis pneumococcus pada anak kurang dari 5
tahun (infeksi bakteri) menjadi 17 per 100.000. Resiko besar (lain) akibat dari
infeksi di Asia Tenggara (infeksi bakteri) : 21,6%. Negara berkembang punya 1.3
juta kasus TB & 40.000 kematian terkait TB setiap tahun diantaranya pada
anak-anak. Meningitis tuberculosis menjadi komplikasi akibat 1 dari 300 infeksi
TB primer yang tidak ditangani.
Prinsip penatalaksanaan. Yang paling utama adalah
mengeradiksi kuman. Kebanyakan infeksi ssp
punya gambaran klinis dan komplikasi yang serupa yaitu menurunkan tekanan
intrakranial. Penurunan mortilitas.Dan morbiditas jangka panjang sangat
bergantung pada Diagnosis cepat, Pemberian antimikroba segera dan terapi
tambahan, dan komplikasi yang timbul dengan dua fase, yaitu Awal (peningkatan
tekanan intrkranial, kejang dan status epilepticus) dan Akhir (Hidrosefalus,
deficit neurologis fokal, delay psikomotorik, dan gangguang hearing ability).
Untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan, ada beberapa tanda-tanda klinis yang
menunjukkan perlunya masuk PICU (Pediatric Intensive Care Unit), yaitu
A.
Skor Glasglow coma scale ≤ 8
B.
Ketidakstabilan jalan napas
C.
Usaha bernafas yang buruk dan terlihat tak
teratur
D.
Gangguan pernafasan
E.
Hiperventilasi
F.
Perfusi yang buruk atau hipotensi
G.
Oliguria/Anuria
H.
Hipertensi/Bradikardi
I.
Postur abnormal
J.
Respon papiler yang terganggu
K.
Abnormal doll-eye response
L.
Respon motoric abnormal
M.
Neuro deficit fokal
N.
Kelumpuhan saraf kranial
O.
Kejang
P.
Mudah berdarah/memar (bleeding diathesis)
Kejang dan Status Epilepticus (lamanya kejang). Bila
kejang demam di rumah untuk mencegah depolarisasi memberi fenitoin lebih dari 3
bulan.
Penatalaksanaan peningkatan ICP. Yang dilakukan
adalah monitoring tekanan intracranial, Tolak ukur penatalaksanaan
(Positioning, demam, anemia, Pencegahan kejang), Terapi hiper osmolar (terapi
secara umum untuk peningkatan Tekanan intracranial). Terapi hyperosmolar berupa
:
a.
Mannitol = Dosis 0.25 – 1 g/kg BB/ x iv bolus +
dicampur NaCl 0,9% (1 : 1), diulang setiap 6-8 jam, efek sampingnya yaitu
hiperosmolaritas, hypovolemia, gangguan elektrolit.
b.
Hypertonic Saline = Gunakan NaCl 3% sebagai
hypertonic saline agar cairan otak tertarik atau memaksa hyperosmolar. Dosis
awal 2-6 mL/kg iv bolus, Lanjutkan dengan NaCL 3% dengan kecepatan infus 0.1 –
1 mL/kgBB/jam.
Ensafilitis Virus. Secara pathogenesis, viremia
plasma dapat menyebabkan penyebaran hematogen-neuronal lalu terjadilah
ensafilitis. Awal dari penyebaran hematogen-neuronal, leukosit akan terinfeksi
hingga sel yang aktif melintasi blood-brain barrier.
Manifestasi klinis. Pada neonates dan bayi muda,
terdapat kejang, susah makan, gampang nangis, letargi, atau perfusi menurun,
takikardi, bisa juga terjadi demam tapi jarang. Juga pada Anak-anak dan
remaja/dewasa terdapat demam, gejala kejiwaan, emosi labil, gangguan Gerakan,
ataxia, kejang, pingsan, letargi, koma, atau perubahan neurologis local (seperti
hemiparesis, defek saraf kranial, ataxia). Selain itu, terdapat rangkaian
prospektif pada manifestasi klinis ensefalitis dengan Kesadaran tertekan
(100%), demam (80%), kejang (75%), Tanda deficit neurologis (56%).
Jika terjadi kejang atau neurologis fokal dapat suspek HSV
encephalitis dan jika terjadi ensafilitis dengan gejala kejiwaan (baru
diteliti) maka dapat suspek autoimmune encephalitis (Anti-N-methyl-D-aspartate
receptor encephalitis).
Evaluasi diagnostic:
a.
Pungsi Lumbal (untuk mengesampingkan diagnosis
banding), yang diperiksa adalah :
a)
CSF pleocytosis (60%)
b)
Kehadiran sel darah merah dapat mengindikasikan
ensefalitis HSV
c)
Protein sedikit meningkat
d)
Kadar glukosa normal
b.
Studi pencitraan (sebaiknya MRI) ditemukan edema
otak dan dapat mengesampingkan diagnosis banding
c.
EEG untuk menentukan kejang fokal (kejang
temporal mengindikasikan ensefalitis HSV)
Pengobatan. Ensefalitis sebenarnya adalah penyakit self-limiting
(sembuh sendiri). Terapi antimikroba
dilakukan yang empiris untuk pencegahan dan perawatan suportif. Bila
terjadi kejang, tangani secepatnya (ASAP) dan tangani IICP. Anak-anak dengan
ensafilitis parah harus dirawat di ICU. Penggunakan obat, dapat dirincikan
sebagai berikut :
a.
Acyclovir untuk HSV encephalitis (21 hari)
a.
Bayi usia >28 hari sampai <3 bulan adalah
20 mg/kg BB per dosis setiap 8 jam
b.
Anak usia ≥ 3 bulan sampai < 12 tahun
adalah 10-15 mg/kg per dosis setiap 8 jam; bila terjadi komplikasi dapat
ditingkatkan dosis (20 mg/kg BB per dosis setiap 8 jam) disetujui oleh FDA (Food
and Drug Administration)
c.
Anak usia ≥ 12 tahun adalah 10 mg/kg BB
per dosis setiap 8 jam
b.
Pengobatan untuk ensalifitis Autoimmune harus
dipastikan terlebih dulu dengan EEG dan Pungsi Lumbal => Immunoglobulin 400
mg/kg BB/hari dan dosis tinggi methylprednisolone 10-30 mg/kgBB/hari selama 5
hari.
Komplikasi. Mendapat status epilepticus, edema
sereberal, sekresi hormone antidiuretic yang tidak tepat, kegagalan
kardiorespirasi, koagulasi intravascular diseminata.
MENINGITIS BAKTERI
Secara normal otak yang steril dilindungi oleh tengkorak, blood-brain
barrier, Blood-CSF barrier (choroid ephiteal cells). Biasanya, penyakit SSP
dipengaruhi oleh Host dan organisme penginfeksi. Dengan faktor resiko, yang
dibagi menjadi :
a.
Hematogen : pneumonia, sepsis
b.
Perkontinuitatum: Sinusitis, mastoiditis, CSOM,
AOM
c.
Implantasi langsung : Open head injury, prosedur
bedah saraf, dan pungsi lumbal
d.
Neonatus : inspirasi cairan amnion
Etiologi dibagi berdasarkan usia, yaitu :
a.
Umur
1 – 3 bulan =
a)
Grup B streptococcus (39%)
b)
Gram-negative bacilli (E. colli)
c)
Streptococcus pneumoniae
d)
Neisseria meningitidis (12%)
b.
3 bulan – 3 tahun
a)
S. pneumoniae (45%)
b)
N. meningitidis(34%)
c)
Group B streptococcus (11%)
d)
Gram-negative bacilli (E. coli)(9%)
c.
3-10 tahun
a)
S.pneumoniae (47%)
b)
N.meningitidis (32%)
d.
10-18 tahun -> N.meningitidis (55%)
Manifestasi klinis. Penampakan awal : demam (94%),
muntah (82%), kaku kuduk (77%). Kejang, ubun-ubun menonjol, koma yang biasanya
terjadi nanti. Pada bayi : demam, hipotermia, letargi, gangguan pernafasan,
jaundice, susah makan, muntah, diare, kejang, gelisah, gampang menangis, dan
ubun” menonjol
Evaluasi diagnostic dapat ditemukan:
a.
Pada penghitungan jumlah darah lengkap dengan diferensial
dan trombosit
b.
Kultur darah (50%) positif
c.
Pada pungsi lumbal, terdapat :
a.
CSF pleocytosis mononuclear (200-2000
cell/milimeter kubik)
b.
CSF protein (100-500 mg/dL)
c.
CSF glukosa menurun <40 mg/dL
d.
Pewarnaan gram
e.
Kultur CSF
Pengobatan. Rekomendasi terapi antibiotic empiris
berdasarkan kasus :
Pengobatan yang paling umum adalah :
a.
Terapi antibiotic empiris :
a.
Cefotaxime 300 mg/kg BB per hari IV (dosis
maksimum 12 g/hari) dalam 3 atau 4 dosis terbagi
b.
Ceftriaxone 100 mg/kg BB BB per hari IV (dosis
maksimum 4g/ hari) dalam 1 atau 2 dosis terbagi
b.
Dexamethasone sebagai pencegahan dari sisa
gejala untuk peradangan
a.
Sebelum atau Bersamaan dengan terapi antimikrobanya
b.
Dosis 0.6 mg/kg BB per hari dibagi menjadi 4
dosis untuk 2-4 hari
c.
Lama penggunaan dari terapi antimikroba
bergantung pada organisme penyebab dan perjalanan klinis, yaitu :
a.
S.pneumoniae -> 10 – 14 hari
b.
N. meningitidis -> 5 – 7 hari
c.
H. influenza tipe b (Hib) -> 7 – 10 hari
d.
L. monocytogenes – 14-21 hari
e.
S. aureus – setidaknya 2 minggu
f.
Gram-negative bacilli – 3 minggu atau minimal 2
minggu setelah kultur CSF steril yang pertama, entah mana yang lebih lama
Komplikasi. Bila demam menetap lebih dari 8 hari bisa
dikarenakan :
a.
Perawatan tidak adekuat
b.
Perkembangan infeksi nosocomial
c.
Perkembangan komplikasi supuratif (pericarditis,
pneumonia, arthritis, empyema subdural)
d.
Demam obat (diagnosis pengecualian)
MENINGITIS TUBERKULOSIS
Patogenesis. Awalnya karena agen infeksi yang menyebar
melalui droplet lalu dibagi menjadi dua yaitu primary focus (dimana menyebar hanya
sekitaran paru-paru dan kelenjar limfe) dan rich focus (menyebar hingga organ
lain, untuk kasus ini adalah kepala).
Manifestasi Klinis. Ada beberapa tahapan dalam penentuan
manifestasi klinis :
Tahap 1. Prodromal (2-3 minggu) -> bayi (demam, batuk,
kesadaran yang berubah, anterior fontanel menonjol, dan kejang tonik-klonik
seluruh tubuh) dan remaja (rasa tidak nyaman, lesu, sakit kepala, demam ringan,
dan perubahan kepribadian dan tidak ada kaku kuduk/leher kaku).
Tahap 2. Transisi/meningitis. Meningismus (kaku kuduk),
sakit kepala berkepanjangan, muntah, letargi, kebingungan, dan gangguan saraf
kranial berbagai derajat serta long-tract sign.
Tahap 3. Terminal. Depresi kesadaran (pingsan, normal),
kejang, kemungkinan terkena papilledema, dan deficit neurologis mayor
Evaluasi Diagnostik : Uji Mantoux, Rontgen dada,
Pungsi lumbal sangat penting untuk diagnosis dini meningitis TB :
-
CSF pleocytosis mononuclear : (10-500)
-
CSF protein : 100-3000 mg/dL
-
CSF glucose : <45 mg/dL (80%)
Studi pencitraan syaraf :
-
CT Scan, dalam sampel komunitas besar
terdapat :
o
Hidrosefalus (75%) yang obstruktif
o
Peningkatan basilar meningeal (38%)
o
Infark serebral (15-30%)
o
Tuberculomas (5-10%)
-
MRI lebih unggul disbanding CT scan dalam
menentukan lesi pada ganglia basal, otak tengah, batang otak dan untuk
mengevaluasi semua bentuk suspek spinal tuberculosis.
Pengobatan yang biasanya digunakan adalah
-
Kemoterapi antituberculosis -> 2 bulan awal
dengan 4 obat, diikuti oleh INH dan Rimfampicin selama 10 bulan (Grade 1 B)
o
INH 10 mg/kg BB perhari (max. 300 mg)
o
Rifampicin 10-15 mg/kg BB per hari (max. 600mg)
o
Pyrazinamide 15-30 mg/kg BB per hari (max. 2g)
o
Ethambutol 15-25 mg/kg BB per hari
o
Streptomycin 20-40 mg/kg BB per hari
-
Terapi glukokortikoid tambahan (Grade 1A) :
o
Dexamethasone 0,5-0,6 mg/kgBB/hari untuk anak-anak
selama 3 minggu, kemudian kurangi secara bertahap selama 3-4 minggu berikutnya.
o
Prednisone dosis 2-4 mg/kgBB/hari selama 3
minggu, kemudian kurangi secara bertahap selama 3 minggu berikutnya.
-
Shunting = pengobatan untuk hidrosefalus
-
Obati kejang secepatnya mungkin (ASAP)
-
Obati peningkatan ICP
-
Anak-anak dengan meningitis TB parah harus dirawat
di ICU
Komplikasi yang terjadi :
-
Mendapat suatu epilepsy
-
Edema sereberal
-
Sekresi hormone antidiureticyang tidak normal
-
Kegagalan kardiorespirasi
-
Hidrosefalus
Interprestasi Pungsi Lumbal :
CNS Infection |
White blood cell count (cell/mm3) |
Protein (mg/dL) |
Glucose (mg/dL) |
normal |
Neonates usually up to 5 (20-30) Children : 0-5 |
Neonates up to 120 falls by 3 months Children : 10-40 |
>50 (or 60% blood glucose) |
Bacterial meningitis |
Elevated 200-2000 PMN (100-10.000) |
100-500 |
Decreased <40 (or <50% blood glucose) |
Partially treated bacterial meningitis |
Normal to elevated (5-10.000 PMN) |
100-500 |
Normal or decreased |
Viral encephalitis |
10-500 MN |
50-200 |
normal |
Tuberculous meningitis |
Normal to elevated 10-500 (PMN early than MN) |
100-3000 |
<50 |
Kesimpulan :
Infeksi
SSP adalah kasus darurat dalam neurologi anak. Hal ini dapat menyebabkan
kematian atau gangguan. Pungsi lumbal adalah prosedur yang aman untuk
mendiagnosis infeksi SSP. Neuroimaging terkadang dapat membedakan diagnosis
banding dan menemukan komplikasi infeksi infeksi SSP. Pengobatan didasarkan etiologi
dan penundaan pengobatan secara signifkan menyebabkan prognosis yang buruk
Comments
Post a Comment