A. Pengantar
Untuk B8M2 ini,
pengantarnya mereview Kembali bahan b5 mengenani obstetric. Dimulai dari
pembahasan perkembangan Wanita dari bayi sampai dewasa lalu bertemu pasangan
dan hamil, akhirnya melaksanakan persalinan. Pada masa persalinan, Ibu mendapatkan
masa nifas dan mengurus bayi. Pada masa nifas, saat ibu menyusui dapat dilihat
bagian intervalnya. B8M2 mempelajari bagaimana kita menangani ibu hamil.
Kondisi ibu
hamil berbeda dengan Wanita biasa karena banyak terjadinya adaptasi internal.
Proses
fertilisasai yang dipelajari adalah bagian patologinya. Dimana setelah tahap
ovarium, folikel berkembang lalu pecah dan mengeluarkan telur ke fibriae.
Setelah telur dan sperma bertemu terjadilah fertilisasi. Saat menuju implantasi,
ovum berjalan ke dinding endometrium (Atau dapat yang lain). Pada hari ke 5 embrio menuju cavum uteri dan pada h-7 menempel
ke endometrium tapi bila nempelnya ngaco bisa jadi abortus.
METABOLISME
MATERNAL-FETAL
Pada minggu 1
sampai 20 fase anabolic mengutamakan bayinya sedangkan pada minggu 21-40
terdapat fase metabolic yang mengutamakan ibunya. Pada fase metabolic, ibu lebih
mudah kelaparan dan starvation terutama bila ada gangguan yang nantinya didapatkan
IUG DS (bayi malnutrisi) . Di modul ini kita juga belajar nutrisi yang
diperlukan ibu hamil.
B. Infeksi
Ketika Hamil dan Persalinan
1.
Taxoplasmosis
a.
Epidemiologi
Di US, insiden taxoplasmosis akut pada ibu hamil
terjadi sekitar 0,2-1%. Perbandingan ibu hamil normal dan penderita taxoplasmosis
sekitar 1-8:1000. Penularan terjadi biasanya melalui mulut, dengan factor resiko
: memakan makanan yang undercook dan mentah yang mengandung cysts, memakan
makanan atau minuman yang terpapar feses kucing yang terkena, dan memegang
alat-alat yang terkontaminasi feses kucing terinfeksi. Walaupun begitu, menurut
penelitian di AS, sekitar 1 per 3 wanita memiliki antibody terhadap taxoplasmosis.
GAMBAR TRANSMISI TAXOPLASMOSIS. Laki-laki juga dapat
terkena tetapi tidak akan menularkan.
b.
Manifestasi Klinik
i.
Infeksi Maternal
1.
Gejala taxoplasmosis tidak begitu terkenal
sehingga hanya dianggap flu biasa
2.
Sindrom seperti mononucleosis (fatigue, malaise,
limfadenopati cervix, dan atypical lumphocytosis) -> seperti flu biasa
3.
Infeksi plasenta dan subsequent fetal terjadi Ketika
parasite menyebar ke tubuh ibu (infeksi dapat mengenai janin) -> abortus
4.
Resiko infeksi janin 30-40%
5.
Transmisinya meningkat seiring dengan
meningkatnya usia kehamilan.
ii.
Infeksi Fetal
1.
Trimester-1, transmission rate adalah 15% dan
paparannya lebih lama dari trimester-3
2.
Trimester-2, transmission rate adalah 30%
3.
Trimester-3, transmission rate adalah 60%
4.
Tingkat morbiditas fetal pada saat awal
transmisi lebih tinggi karena belum adanya pertahanan tbuh
5.
Bayi yang terinfeksi biasanya BB kurang dari
normal, hepatosplenomegaly, icterus, dan anemia. Untuk ciri khasnya yang terlihat
satu tahun kelahiran (bila lahirnya normal) adalah terdpat sequelae (hilangnya
penglihatan, psikomotorik, dan retardasi mental). Kehilangan pendarahan hanya
sekitar 10-30%.
6.
Perkembangnya chorioretinitis ditemukan
c.
Diagnosis
i.
Melakukan pemeriksaan serologi ; Screening untuk
taxoplasmosis tidaklah banyak (jarang dilakukan) karena ibu yang terinfeksi
biasanya tak memiliki gejala juga mahal. Kahirnya, diagnosis baru ditemukan Ketika
janin yang terinfeksi lahir. Untuk Wanita yang mengalami gejala, IgM dan
IgTitters (yang mahal) harus diukur.
ii.
Vaksin taxo tidak rutin
iii.
Taxoplasmosis ditemukan pada IgM nya, jadi saat
di cek Ketika IgM nya + dan IgG – berarti ibu sudah pada masa penyembuhan. Bila
IgG afiditynya tinggi dan jangka waktu usdah memungkinkan diperbolehkan hamil
lagi.
d.
Penatalaksanaan
i.
Terapi harus segera dilaksanakan agar resiko
infeksi janin menurun (menurunkan 50% resiko sequalae permanen).
ii.
Pemberian Spiramycin = menguarangi resiko infeksi janin
1.
DIrekomendasikan untuk treatment infeksi akut
maternal yan telah didiagnosis sebelum trimester-3. Diberi smapai menuju
persalinan
2.
BIla di cairan ketuban tidak terdiagnosis toxoplasma
tetapi ibu terinfeksi makan dpiramycin digunakan sebagai single agent. Namun,
bila + maka harus ditambahkan pyrimethamine dan sulfadiazine
3.
Spiramycin
digunakan dosis sekitar 500 mg per oral
5 kali sehari atau 3 g/ hari dengan dosis yang diberikan
berangsur-angsur. Pemberian memiliki jangka 2 minggu secara utero
iii.
pyrimethamine dan sulfadiazine
1.
Tidak direkomendasikan pada trimester-1 karena
efeknya.
2.
Bertindak sinergis melawan toxoplasma gondii
3.
Pyrimethamine diberikan per oral 25 mg dan
sulfadiazine diberikan 1g per oral 4 kali sehari selama 28 hari
4.
Asam folinik, 6g IM atau PO sehari, diberikan 3 kali seminggu untuk
mencegah keracunan. Selama trimester 1, pyrimethamine bersifat teratogenik
2.
Rubella -> memiliki vaksin MMR tapi tak wajib
a.
Epidemiologi
i.
Highly contagious
ii.
Periode inkubasi 10-14 hari
iii.
Setelah diperkenalkan vaksin turun 99%
iv.
Orang dewasa lebih kebal makanya jarang ditemui
pada kehamilan
b.
Patohistologi
i.
Ibunya gpp tapi janinnya apa-apa
ii.
Single strandend RNA Virus
iii.
Dapat dicegah oleh vaksin
c.
Manifestasi Klinik
i.
The prodome
1.
Terdapat demam, batuk, konjungtivitis, dan
coryza selama 1-2 hari
2.
Spot kolpik (berwarna putih-keabua-abuan dan
dikelilingi arythema -> muncul pada hari ke-3 dan ruam pada hari ke-4
3.
Contagious : dengan onset 2-4 hari setelah terlihat
semiconfluent rash dan maculopapular
4.
Dapat berkomplikasi dengan pneumonia,
encephalitis, or otitis media
5.
Pneumonia bisa terjadi sekitar 3.5 sampai 50% bila
daya tshsn tubuh kurang.
6.
Pneumonia dicurigai pada pasien dengan
perburukan, peningkatan WBC dengan pergeseran ke kiri, dan radiografi dada dari
infiltrat multilobar
7.
Ensefalitis terjadi pada 1:1000 kasus campak dan
dapat menyebabkan gangguan neurologis permanen dan angka kematian 15-33%.
8.
Panensefalitis sklerosis subakut terjadi pada
0,5–2:1000 kasus, biasanya berakibat fatal
ii.
Infeksi Maternal
1.
Tingkat kematian yang lebih tinggi telah diamati
pada wanita hamil dengan campak, terutama karena komplikasi paru. Biasanya pada
trimester1 ditemukan abortus spontaneous
2.
Premature pada trimester 2
3.
Kematian janin meningkat
4.
Sedikit peningkatan pada aborsi spontan dan
persalinan premature
iii.
Infeksi Fetal
1.
Tidak ada bukti definitif pengaruh teratogenik
2.
Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
berisiko mengalami infeksi neonatal akibat transmisi virus transplasental
Ruam “blueberry
muffin” mewakili hematopoiesis ekstrameduler
d.
CRS-Congenital Rubella Syndrome
i.
Manifestasi Klinik
1.
Gangguan pendengaran sensorineural (50-75%)
2.
Katarak dan glaukoma (20-50%)
3.
Malformasi jantung (20-50%)
4.
Neurologis (10-20%)
5.
Lainnya termasuk retardasi pertumbuhan, penyakit
tulang, trombositopenia, lesi "blueberry muffin".
ii.
Dignosis hampis sama seperti taxoplasma
1.
Infeksi Maternal : Diagnosis klinis biasanya
akurat, Ketika presentasi pasien tidak khas, konfirmasi laboratorium diagnosis
dengan studi serologis mungkin diperlukan, Ibu hamil dengan campak harus
dievaluasi untuk kelahiran aterm (pada trimester dilakukan pemeriksaan
servikal), deplesi volume, hipoxemia, dan bakteri pneumonitis bacterial.
2.
Infeksi Fetal : Ultrasonographic mengevaluasi fetus ->
microephaly, growth restriction, oligohydramnios -> biasanya di trimester akhir
iii.
Tata Laksana :
1.
Ibu bisa lakukan premalita screening, Bila ada Wanita
yang susceptile atau nonimmune harus menerima vaksin vaksin postpartum dan
direkomendasikan memakai kontrasepsi selama 3 bulan setelah di vaksin. Kedua pasangan
harus dicek.
2.
Bila Wanita Tekena campak harus dibero 0.25
mb/kg IM.
3.
Campak tidak berkontradiksi untuk breast feeding
4.
Tidak ada terapi khusus yang tersedia untuk
campak selain tindakan suportif dan observasi ketat untuk perkembangan
komplikasi
5.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
campak dalam 7-10 hari setelah melahirkan harus menerima globulin imun IM (0,25
mg/kg)
iv.
Pencegahan dengan imunisasi. Perawatan suportif
hanya dengan pendidikan orang tua
3.
Cytomegalovirus
a.
Epidemiology
i.
Infeksi CMV adalah infeksi kongenital yang
paling umum, mempengaruhi 0,4-2,3% neonatus
ii.
CMV adalah virus herpes DNA di mana-mana
iii.
Di AS, sekitar setengah dari populasi adalah seropositif
CMV
iv.
Virus telah diisolasi dari air liur, sekresi
serviks, air mani, dan urin
v.
Infeksi juga dapat ditularkan melalui paparan
ASI atau produk darah yang terinfeksi.
vi.
Penularan dapat terjadi dari ibu ke anak baik
dalam kandungan maupun pascapersalinan
b.
Manifestasi Klinis
i.
Infeksi Maternal : malice, demam tapi tidak
lemas
1.
andal hanya dengan mendokumentasikan
serokonversi ibu menggunakan pengukuran serial Immunoglobulin G (IgG) selama
kehamilan
2.
Jika
seropositif terdeteksi setidaknya beberapa bulan sebelum konsepsi, gejala janin
3.
infeksi tidak mungkin Sebagian besar
infeksi primer tidak terdeteksi secara klinis, sehingga sebagian besar tidak
terdiagnosis
4.
Skrining wanita hamil tanpa gejala untuk
serokonversi tidak dianjurkan karena membedakan infeksi CMV primer dari
sekunder seringkali sulit menggunakan serologi CMV.
5.
Hasil
tes CMV IgM positif hanya pada 75% infeksi primer dan pada 10% infeksi sekunder
6.
Skrining
juga terbatas nilainya karena kurangnya vaksin CMV dan ketidakmampuan untuk
memprediksi keparahan gejala sisa infeksi primer.
ii.
Infeksi Fetal
1.
Bila bayi ada gangguan, Ultrasonografi dapat
memungkinkan deteksi anomali janin yang menjadi ciri infeksi CMV
2.
Amniosentesis dan kordosentesis digunakan untuk
mendiagnosis infeksi janin menggunakan pengukuran antibodi IgM total dan
spesifik serta kultur virus
c.
Tata Laksana dilakukan bila terdeteksi ketuban
sedikit dan janin kecil
i.
Terapi CMV yang efektif dalam rahim untuk janin
tidak ada
ii.
Mengingat
kesulitan dalam membedakan infeksi CMV ibu primer dan sekunder, konseling
pasien tentang terminasi kehamilan bermasalah karena sebagian besar janin yang
terinfeksi tidak mengalami gejala sisa yang serius.
iii.
Menyusui
tidak dianjurkan pada wanita dengan infeksi aktif
4.
Herpes Simplex
a.
Definition :
i.
Ada 2 macam Herpes Simplex : HSV1 (upper) atau
HSV2 di bagian genital
ii.
Terutama ditularkan melalui saluran genital ibu
yang terinfeksi -> Dasar pemikiran untuk persalinan Caesar sebelum ketuban
pecah
iii.
Infeksi
primer dengan risiko penularan yang lebih besar daripada reaktivasi
b.
Epidemiologi
i.
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV) bertanggung
jawab untuk sebagian besar infeksi herpes nongenital dan jarang melibatkan
saluran genital tetapi HSV tipe 2 biasanya berasal dari saluran genital
ii.
Sekitar 1:7500 bayi lahir hidup tertular HSV
secara perinatal
iii.
Infeksi ibu primer dengan HSV dihasilkan dari
kontak langsung, umumnya seksual, dengan selaput lendir atau kulit utuh yang
terinfeksi virus
iv.
Infeksi janin dengan HSV dapat terjadi melalui
tiga rute:
1.
Penularan uterotransplacental (saat berada dalam kandungan)
2.
infeksi asendens dari serviks keduanya terjadi
-> khas nyeri
3.
rute paling umum: kontak langsung dengan lesi
genital ibu yang menular selama persalinan
c.
Manifestasi Klinis
i.
Infeksi Maternal :
1.
Infeksi primer seringkali parah tetapi mungkin
ringan atau bahkan tanpa gejala
2.
Vesikel muncul 2-10 hari setelah terpapar pada
serviks, vagina, atau vulva
3.
Pembengkakan, eritema, dan nyeri sering terjadi,
seperti halnya limfadenopati di dekat daerah yang terkena
4.
Lesi umumnya bertahan 1-3 minggu, dengan
pelepasan virus secara bersamaan
5.
Reaktivasi terjadi pada 50% pasien dalam waktu 6
bulan dari wabah awal dan kemudian pada interval yang tidak teratur
ii.
Diagnosis
1.
spesimen swab dapat diperoleh dari lesi atau
vesikel dan dikirim untuk kultur jaringan
2.
Kultur jaringan memiliki sensitivitas 95% dan
spesifisitas yang sangat tinggi.
3.
Dapatkan sampel dari saluran endoserviks dan sel
yang terkelupas dari semua area yang mencurigakan
4.
Sapuan kerokan dari dasar vesikel dapat diwarnai
menggunakan teknik Tzanck atau Papanicolaou, yang mengungkapkan sel raksasa
berinti banyak yang berimplikasi pada infeksi HSV
iii.
Tata Laksana
1.
Pasien dengan riwayat herpes genital harus
menjalani pemeriksaan perineum yang cermat pada saat melahirkan
2.
HSV
genital aktif pada pasien dalam persalinan atau dengan ketuban pecah merupakan
indikasi untuk operasi caesar, terlepas dari durasi ruptur.
3.
Persalinan pervaginam diindikasikan jika tidak
ada tanda atau gejala HSV
4.
Asiklovir dapat digunakan untuk mengobati
infeksi HSV pada kehamilan
5.
Valacyclovir hydrochloride (Valtrex) telah
terbukti lebih efektif dan lebih mudah ditoleransi karena jadwal pemberian
dosis dua kali sehari
6.
Supresi
trimester ketiga dengan valasiklovir, 500 mg PO setiap hari, harus dipertimbangkan
pada wanita dengan wabah yang sering terjadi selama kehamilan mereka.
Presentations of congenital HSV
5.
HIV -> Kenapa ada janin yang tak tertular
a.
Epidemiology
i.
Di seluruh dunia, UNAIDS memperkirakan bahwa 2,3
juta wanita baru terinfeksi HIV pada tahun 1999, menambah jumlah mereka menjadi
15,7 juta wanita yang hidup dengan HIV/AIDS.
ii.
Secara keseluruhan, 34,3 juta orang di seluruh
dunia saat ini terinfeksi HIV
iii.
Sekitar 90% wanita yang terinfeksi HIV di
Amerika Serikat saat ini berusia antara 13 dan 44 tahun
iv.
Delapan puluh tujuh persen anak yang terinfeksi
HIV di Amerika Serikat memiliki ibu dengan HIV atau berisiko HIV sebagai
satu-satunya faktor risiko yang diketahui untuk virus tersebut.
v.
Menurut CDC, 40% wanita Amerika yang terinfeksi
melaporkan kontak heteroseksual sebagai satu-satunya faktor risiko mereka;
tambahan 38% melaporkan tidak ada faktor risiko yang diketahui
b.
Transmisi Perinatal
i.
Tingkat penularan HIV perinatal tanpa
profilaksis antiretroviral berkisar antara 14% hingga 33% di negara-negara
industri
ii.
Waktu penularan perinatal merupakan faktor
penting dalam pencegahannya. Data mendukung penularan HIV selama periode
intrauterin, intrapartum, dan postpartum
iii.
Penularan
HIV intrauterin kemungkinan besar terjadi secara transplasental. Penularan
kemudian pada lebih mungkin dicegah dengan agen antiretroviral. Secara
keseluruhan, 20-30% transmisi perinatal mungkin terjadi pada periode
intrauterin
iv.
Penularan intrapartum, yang menyumbang hingga
80% dari transmisi perinatal, dapat terjadi melalui transfusi darah ibu-janin
transplasental selama kontraksi uterus atau oleh pajanan darah ibu yang
terinfeksi dan sekresi servikovaginal
v.
Menyusui adalah mekanisme utama transmisi
postnatal. HIV telah diisolasi dari fraksi seluler dan nonseluler ASI.
vi.
Cara mencegah transmisi :
1.
menurunkan viral load ibu
2.
mengurangi
transfusi ibu-janin
3.
mengurangi paparan janin terhadap sekret ibu
4.
hindari menyusui jika memungkinkan
vii.
Risiko penularan vertikal sebanding dengan viral
load ibu (konsentrasi virus dalam plasma ibu). Viral load ibu kurang dari 1000
kopi/mL menyebabkan kejadian penularan vertikal yang diamati adalah 0
c.
Diagnosis
i.
Diagnosis infeksi HIV didasarkan pada tes
skrining untuk antibodi spesifik menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA), biasanya terhadap antigen inti (p24) atau amplop (gp44).
ii.
Hasil positif dikonfirmasi oleh tes Western blot
-> bisa di rapid
iii.
Pada pasien yang tidak diobati, waktu rata-rata
antara infeksi awal dan perkembangan AIDS adalah 10 tahun
iv.
Perkembangan klinis penyakit dipantau
menggunakan jumlah CD4 dengan spesifikasi :
1.
Pada jumlah CD4 lebih dari 500/mL, pasien
biasanya tidak menunjukkan bukti klinis imunosupresi
2.
Pada jumlah CD4 200-500/mL, pasien lebih mungkin
mengembangkan gejala dan memerlukan intervensi daripada pada jumlah yang lebih
tinggi
3.
Pada jumlah CD4 kurang dari 200/mL, atau pada
jumlah CD4 yang lebih tinggi disertai dengan sariawan atau demam yang tidak
dapat dijelaskan selama 2 minggu atau lebih, pasien berada pada peningkatan
risiko untuk mengembangkan penyakit rumit
d.
Tata Laksana
i.
Tes HIV harus ditawarkan kepada semua wanita
hamil sebagai bagian dari perawatan prenatal rutin
ii.
Perawatan pasien obstetri terinfeksi HIV sejajar
dengan pasien terinfeksi HIV yang tidak hamil dan termasuk pemantauan status
kekebalan, profilaksis seperti yang ditunjukkan untuk infeksi oportunistik, dan
pengujian untuk PMS lain.
e.
Pencegahan Transmisi
i.
Pada tahun 1994, AIDS Clinical Trials
menunjukkan bahwa pemberian zidovudine (ZDV, atau AZT; Retrovir) selama
kehamilan dan persalinan dapat mengurangi tingkat penularan vertikal hingga dua
pertiga.
ii.
Penelitian lebih lanjut menyatakan ZDV
berkhasiat dalam mengurangi penularan dalam konteks penyakit lanjut, jumlah CD4
ibu yang rendah, dan penggunaan terapi ZDV sebelumnya sangat penting untuk
menawarkan rejimen ini kepada semua wanita yang terinfeksi
iii.
Untuk mengurangi transfusi ibu-janin, prosedur
tertentu harus dihindari, termasuk pengambilan sampel chorionic villus,
amniosentesis, pengambilan sampel darah kulit kepala janin, dan penggunaan
elektroda kulit kepala janin dalam persalinan.
iv.
Penghindaran persalinan juga dapat menurunkan
risiko penularan .Penurunan risiko penularan vertikal (persalinan sesar vs
persalinan pervaginam atau persalinan sesar tidak terjadwal). Contoh Ibu dapat ARV>6
bulan
v.
Apakah persalinan sesar yang dijadwalkan
menurunkan tingkat penularan vertikal pada wanita yang menggunakan terapi
antiretroviral (ART) yang sangat aktif atau pada mereka dengan viral load yang
rendah tidak diketahui.
vi.
Morbiditas ibu lebih tinggi dengan persalinan
sesar dibandingkan dengan persalinan pervaginam. peningkatan morbiditas ibu
tampaknya paling tinggi pada wanita terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 yang lebih
rendah. Pengelolaan bahan habis pakai dan cairan dan disposable
vii.
Pengobatan selama kehamilan harus fokus tidak
hanya pada pencegahan penularan vertikal tetapi pada pengobatan yang efektif
dari wanita itu sendiri
viii.
Kehamilan bukanlah alasan untuk menunda rejimen
pengobatan agresif yang secara maksimal menekan replikasi virus. Meskip
ix.
un profilaksis ZDV saja secara substansial telah
menurunkan risiko penularan perinatal, monoterapi antiretroviral sekarang
dianggap sebagai pengobatan suboptimal.
x.
Terapi antiretroviral kombinasi, biasanya
terdiri dari dua nukleosida analog reverse transcriptase inhibitor dan protease
inhibitor adalah standar yang saat ini direkomendasikan untuk orang dewasa yang
terinfeksi HIV
f.
Peluang infeksi Prophylaxis
i.
Profilaksis Pneumocystis carinii pneumonia
(PCP): Bila jumlah CD4 kurang dari 200/mL, direkomendasikan
trimetoprim-sulfametoksazol kekuatan ganda (TMP/SMX-DS), sekali sehari. Pada
trimester pertama kehamilan, TMP/SMX harus dihindari dapat diganti dengan
pentamidine isethionate aerosol.
ii.
Profilaksis Mycobacterium avium complex (MAC):
Azitromisin, 1200 mg sekali seminggu, direkomendasikan untuk profilaksis MAC
ketika jumlah CD4 kurang dari 100/mL
iii.
Profilaksis toksoplasmosis : harus diberikan
bila jumlah CD4 kurang dari 100/mL; itu disediakan secara memadai oleh TMP/SMX,
seperti yang diberikan untuk profilaksis PCP.
g.
Monitoring Serum
i.
Termasuk
:
1.
mendapatkan jumlah CD4 awal,
2.
Kuantifikasi RNA HIV PCR,
3.
CBC dan tes fungsi hati
4.
menilai infeksi CMV dan status toksoplasmosis
ii.
Bila CMV +, Evaluasi opthalkologic harud
diindikasi :
1.
Risiko retinitis CMV hadir pada pasien dengan
jumlah CD4 kurang dari 50/mL.
2.
Risiko toksoplasmosis meningkat pada pasien
dengan jumlah CD4 kurang dari 100/mL (75% kasus terjadi pada pasien dengan
jumlah CD4 kurang dari 50/mL)
3.
Profilaksis disediakan oleh TMP/SMX-DS.
iii.
Setelah pasien memulai terapi antiretroviral,
serangkaian penelitian laboratorium harus diulang setiap bulan selama 2 bulan
kemudian setiap 2 atau 3 bulan, atau setelah ada perubahan dalam terapi
medisnya.
iv.
Regimen terapi yang efektif harus menghasilkan :
1.
peningkatan jumlah CD4 pasien
2.
penurunan substansial dalam viral loadnya
3.
tingkat virus yang tidak terdeteksi diharapkan
pada rejimen tiga obat
v.
Ke-toxitivan obat
1.
Efek samping umum : GI nyeri, nausea, muntah,
dan diare
2.
Penghambat transkriptase terbalik analog
nukleosida
a.
Zidovudin
i.
ZDV diberikan hanya setelah usia kehamilan 14
minggu
ii.
ZDV diekskresikan dalam ASI
b.
3TC (US FDA Kategori C) toksisitas minimal
c.
Didanosin (dideoxyinosine, Videx)
d.
Stavudine (didehydrodeoxythymidine, Zerit)
e.
Abacavir sulfate (ABC) dan zalcitabine
(dideoxycytidine) belum diteliti untuk digunakan pada manusia hamil
3.
Inhibitor transkriptase balik analog
nonnukleosida
a.
Nevirapine (Viramune) memiliki efek samping yang
meliputi kelelahan, sakit kepala, mual dan diare, peningkatan kadar enzim hati,
hepatitis, dan ruam kulit
b.
Delavirdine mesylate (Rescriptor) (Kategori C
FDA AS)
c.
Efavirenz (EFV, Sustiva) dikontraindikasikan
pada kehamilan karena penelitian pada primata mengungkapkan tingginya tingkat
cacat lahir yang parah dengan penggunaannya, termasuk anencephaly,
anophthalmia, celah langit-langit, dan microphthalmia
4.
Inhibitor protease :
a.
berinteraksi dengan sistem sitokrom P-450 hati
i.
Indinavir sulfate - Kategori Kehamilan FDA AS C
ii.
Nelfinavir (Viracept) (Kategori B)
iii.
Saquinavir (Invirase) (Kategori B)
iv.
Ritonavir (Norvir) (Kategori B)
v.
Amprenavir (Agenerase) (Kategori C)
vi.
Bila pasangan + HIV harus selalu control perkembangan
janin dan ibu
6.
Hepatitis B
a.
Epidemiologi HBV
i.
Di seluruh dunia 350 juta orang hidup dengan
infeksi HBV kronis
ii.
Daerah yang sangat endemik 7% infeksi selama
masa bayi atau kanak-kanak
iii.
Daerah endemik rendah 4% infeksi selama masa
remaja/dewasa pada orang dengan faktor risiko lain
b.
Sejarah Kenapa bisa tersebar (3 prinsip) :
i.
Antigen permukaan HBV (HBsAg) ada di permukaan
dan juga bersirkulasi dalam plasma.
ii.
Antigen inti HBV (HBcAg) mengganggu bagian
tengah (nukleokapsid) virus. Antigen ini hanya ditemukan di hepatosit selama
replikasi virus aktif.
iii.
3) HBV e antigen (HBeAg) adalah produk lain dari
gen inti yang menghasilkan HBcAg; kehadirannya dalam serum menunjukkan
replikasi virus aktif
c.
Manifestasi Klinis
i.
Infeksi Maternal :
1.
Prodromal : ruam, artralgia, mialgia, artritis
terang sesekali, penyakit kuning
2.
85-90% kasus akut sembuh total, dan pasien
mengembangkan tingkat perlindungan antibodi
3.
10-15% terinfeksi kronis kadar HBsAg terdeteksi
tetapi tidak menunjukkan gejala sama sekali, hasil tes fungsi hati normal
4.
15- 30% pembawa kronis melanjutkan replikasi
virus dan berisiko berkembang menjadi hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma
hepatoseluler.
ii.
Infeksi Fetal
1.
10-20% wanita seropositif untuk HBsAg menularkan
virus ke neonatus mereka tanpa adanya imunoprofilaksis
2.
wanita HBsAg dan HBeAg (+)🡪 tingkat transmisi vertikal meningkat menjadi 90%
3.
Frekuensi penularan vertikal juga dipengaruhi
oleh waktu infeksi ibu:
a.
trimester 1 10% neonatus seropositif;
b.
trimester 3 80-90%
Apakah infeksi
terjadi dalam rahim atau intrapartum, HBeAg (+) pada janin membawa kemungkinan
85-90% perkembangan infeksi virus hepatitis B kronis dan gejala sisa hati
terkait.
d.
Tata Laksana
i.
Jika gejala GI yang signifikan berkembang, rawat
inap untuk hidrasi parenteral, -> selain vaksin hepatitis harus ada immunoglobulin
untuk bantu persalinan
ii.
Pemberian interferon alfa telah terbukti
mengubah riwayat alami infeksi HBV akut tetapi memiliki banyak efek samping
(mielosupresi, pembentukan autoantibodi, gangguan tiroid, dan kemungkinan
kardiotoksisitas). Penggunaannya harus dihindari pada kehamilan
iii.
CDC merekomendasikan skrining universal pada
wanita hamil untuk virus HBV. -> asinomatik
e.
Infeksi perinatal hepatitis B
i.
Penularan hepatitis B dapat berlangsung selama persalinan
(transmis vertical)
ii.
Rute penularan adalah dari jaringan mukosa yang
terbuka (terpapar dunia luar) melalui cairan ibu yang terinfeksi baik daran maupun
cairan lainnya
f.
Resiko Infeksi
i.
Hingga 90% bayi yang lahir dari ibu HBsAg (+)
akan terinfeksi HBV tanpa intervensi
1.
90% bayi yang terinfeksi HBV akan mengalami
infeksi HBV kronis
2.
Risiko lebih tinggi jika ibu HBeAg+
3.
Viral load tinggi
ii.
Risiko berlanjut ke yang tidak terinfeksi
1.
~40% anak yang tidak divaksinasi yang hidup
dengan hepatitis B
2.
pembawa akan terinfeksi pada usia 4 tahun
7.
Syphilis
a.
Pendahuluan :
i.
Sifilis adalah penyakit menular seksual berupa infeksi kronis yang disebabkan oleh
spirochete treponema pallidum, harus sangat diperhatikan Ketika kehamilan karena resiko infeksi transplasental
ii.
Infeksi kongenital dikaitkan dengan hasil buruk
yang parah:
1.
kematian perinatal
2.
persalinan premature
3.
berat
badan lahir rendah
4.
kelainan kongenital
iii.
Morfologi spirochete treponema pallidum :
1.
Kecil, diameter sekitar 0,2 m dan panjang antara
6-15 m (rambut manusia, sebaliknya adalah 40-50 m)
2.
Dibutuhkan mikroskop medan gelap untuk
melihatnya
3.
iv.
v.
Transmisi modes :
1.
Hubungan seksual
2.
Transplasental, dari ibu ke bayi
3.
Terkena lesi saat persalinan
Risiko terkena
sifilis setelah kontak adalah 40%. Pemeriksaan normal genital ibu sebelum persalinan
diperlukan agar bayi tak tertular
vi.
Faktor Resiko :
1.
kurangnya atau tidak memadainya perawatan
prenatal
2.
penyalahgunaan zat ibu (suka berganti pasangan)
3.
kegagalan untuk mengulang tes serologis untuk
sifilis selama trimester ketiga
4.
kegagalan pengobatan
5.
akses
yang tidak memadai ke klinik STD dan kegiatan penjangkauan
vii.
Klasifikasi
1.
Sifilis akuisita
a.
Sifilis dini
i.
Sifilis stadium primer
ii.
Sifilis stadium sekunder
iii.
Sifilis laten dini ( < 1 tahun)
b.
Sifilis lanjut
i.
Sifilis laten lanjut ( >1 tahun)
ii.
Sifilis tersier : gumma, neurosifilis, sifilis
kardiovaskuler
2.
Sifilis kongenital
a.
Sifilis kongenital dini ( lahir - <2 tahun)
b.
Sifilis kongenital lanjut ( > 2 tahun)
viii.
Bawaan awal (biasanya 5 minggu pertama):
1.
Lesi kulit (telapak tangan / telapak kaki) =
perubahan pada kulit
2.
Penyakit kuning
3.
Anemia
4.
snuffle
5.
Periostitis dan distrofi metafisis
6.
Funisitis (vaskulitis tali pusat)
ix.
x.
xi.
Dignosis Lab :
1.
Visualisasi langsung
2.
Tes serologi
a.
Tes skrining non-treponema meliputi:
i.
VDRL (Laboratorium Penelitian Penyakit Kelamin)
ii.
RPR (Reagin Plasma Cepat)
iii.
ART (Tes Reagin Otomatis)
- biasanya berkorelasi dengan aktivitas penyakit,
dalam titer
- keadaan penyakit lain atau keadaan fisiologis
(seperti kehamilan) dapat memberikan hasil positif palsu
b.
Tes khusus treponema termasuk
i.
FTA-ABS ( uji penyerapan treponema-ab fluoresen)
ii.
TP-PA ( Treponema pallidum - aglutinasi partikel
)
konfirmasikan diagnosis sifilis setelah tes nontreponemal
positif
Skrining
nontreponemal selama kehamilan direkomendasikan pada kunjungan prenatal
pertama, dan sekali lagi pada trimester ketiga, terutama pada populasi berisiko
tinggi.
xii.
xiii.
xiv.
Penanganan :
1.
Penisilin G (dalam benzatin, prokain berair,
atau bentuk kristal berair) adalah obat pilihan untuk pengobatan semua tahap
sifilis, dan merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk pencegahan
sifilis kongenital pada kehamilan.
2.
Eritromisin mungkin kuratif pada ibu, tetapi
mungkin tidak mencegah sifilis kongenital karena variabilitas transplasenta
antibiotik.
3.
Ceftriaxone mungkin terbukti berguna pada orang
dewasa sebagai rejimen alternatif untuk pasien yang memiliki alergi penisilin
4.
xv.
Dalam beberapa jam setelah perawatan, pasien
dapat mengalami komplikasi akut yang disebut reaksi Jarisch-Herxheimer
1.
Gejalanya meliputi demam, menggigil, ruam kulit,
mialgia, sakit kepala, takikardia, hiperventilasi, vasodilatasi, dan hipotensi
ringan.
2.
Meskipun reaksi terjadi pada 10% hingga 25%
pasien secara keseluruhan, reaksi ini paling sering terjadi pada pengobatan
sifilis dini
3.
Gejala berlangsung selama 12 hingga 24 jam dan
biasanya sembuh sendiri
4.
Pasien dapat diobati secara simtomatik dengan
antipiretik
5.
Rawat inap rutin tidak dianjurkan untuk
perawatan selama kehamilan
6.
xvi.
Evaluasi penanganan :
1.
Evaluasi USG janin sebelum terapi ketika sifilis
didiagnosis setelah 24 minggu
2.
Kelainan
USG yang berhubungan dengan sifilis:
a.
Polihidramnion
b.
Hepatosplenomegali
c.
asites
d.
Hidrops
3.
Komplikasi : persalinan prematur, ketuban pecah
dini, deselerasi denyut jantung janin, dan Kelahiran mati -> dapat di
prekripsikan dengan penanganan
8.
Gonorrhea
a.
Mikropathologi :
i.
Etiologi : Neisseria Gonorrhae
ii.
Diplokokus intraseluler gram negatif
iii.
Infeksi sel epitel yang mensekresi mukus
iv.
Menghindari respon host melalui perubahan
struktur permukaan
b.
Urethral discharge
c.
Secara eksklusif penularan patogen manusia
ditopang oleh 2 populasi:
i.
Sebagian kecil dari orang yang terinfeksi yang
memiliki tingkat akuisisi mitra baru yang tinggi (pemancar frekuensi tinggi)
ii.
Sejumlah besar orang yang terinfeksi yang tidak
memiliki gejala atau hanya gejala minor yang diabaikan organisme menempel pada
sel epitel
d.
Ditransmisikan lebih efisien dari MALES ke
WANITA
i.
Tingkat penularan ke wanita selama satu kali
hubungan seksual tanpa kondom 40 - 60 %
ii.
Gonore orofaringeal berkembang pada 20% Wanita
e.
Faktor Resiko :
i.
Aktif berhubungan seksual
ii.
Lingkungan
iii.
Pubertas biasanya perempuan
iv.
Status Ekonomi social
v.
Penggunaan obat
vi.
Exchange sex
f.
Kondisi Terkait :
i.
Koinfeksi dengan Chlamidia trachomatis sering
terjadi
ii.
Infeksi HIV
1.
Gonokokal
meningkatkan penularan HIV 3- 5 x
2.
Infeksi
Neiserria Gonorrhoeae juga dapat meningkatkan risiko tertular HIV
a.
mungkin karena jumlah limfosit T CD4+ dan sel
dendritik yang lebih banyak yang dapat terinfeksi HIV pada wanita dengan
infeksi menular seksual nonulseratif, seperti gonore
b.
defisiensi komplemen (terutama C5-C9) merupakan
predisposisi bakteremia Neisserial
g.
3 Tes Gonnorhea : Swab, Urine, Gram Stain
h.
SCREENING :
i.
Ketika Hamil
1.
Tes untuk N. gonorrhoeae harus dilakukan pada
kunjungan prenatal pertama untuk wanita berisiko atau mereka yang tinggal di
daerah di mana prevalensi N. gonorrhoeae tinggi
2.
Ulangi tes selama trimester ke-3 untuk mereka
yang berisiko lanjut
ii.
Ibu Hamil
1.
Salpingitis dan Pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat terjadi selama trimester pertama dan berhubungan dengan tingginya
angka kehilangan janin
2.
Infeksi
faring – biasanya asimtomatik
3.
Perolehan infeksi gonokokal pada akhir
kehamilan dapat menyebabkan :
a.
ketuban
pecah berkepanjangan
b.
persalinan prematur
c.
korioamnionitis
d.
funisitis - infeksi tali pusat
e.
sepsis pada bayi (N. Gonorrhoe pada aspirasi
lambung bayi baru lahir selama persalinan)
iii.
Pada Janin
1.
Opthalmia Neonatorum paling umum dari paparan
sekresi serviks yang terinfeksi
2.
Manifestasi klinis :
a.
Akut dimulai 2-5 hari setelah lahir
b.
Konjungtivitis non spesifik dengan
serosanguineous – awalnya diikuti oleh edema kelopak mata yang tegang, kemosis,
dan sekret purulen yang banyak dan kental
c.
Ulserasi kornea mengakibatkan nebula atau
perforasi kornea
d.
dapat menyebabkan sinekia anterior, stafiloma
anterior, panoftalmitis, dan kebutaan
i.
Gonore yang tidak diobati pada wanita hamil
dapat meningkatkan risiko untuk: Keguguran, Kelahiran premature, Ketuban pecah
dini akhirnya ahli kesehatan merekomendasikan bahwa wanita hamil memiliki
setidaknya satu tes gonore selama perawatan prenatal karena risiko yang
ditimbulkan oleh infeksi gonokokal pada ibu dan bayinya
j.
Servik Gonnorhae
k.
Abses Bartholini
C. Pregnancy
Induced Disorder
a.
Hipertensi dalam Kehamilan
i.
Merupakan salah satu 3 masalah besar selain pendarahan
dan Infeksi yang menyebabkan morbiditas dan mortilitas pada kehamilan
ii.
Merupakan komplikasi yang sering diremui di RS
iii.
Insiden 5-10%
iv.
16% mortalitas maternal di negara berkembang
v.
Definisi
1.
Tekanan darah sistolik >140mmHg dan diastolic
>90mmHg
2.
Secara normal, tekanan darah selama kehamilan
menurun pada trimester 1 dan rtekanan darah terendah adalah pada minggu ke-20.
Pada trimester 3 tekanan darah Kembali normal
vi.
vii.
Klasifikasi (5) :
1.
Gestasional
a.
TD>140/90 mmhg -> usia kehamilan >20
minggu atau setelah persalinan dan membaik 12 minggu posrpartum(pasca
persalinan)
b.
Non proteinuria
2.
Preeklampsia = Hipertensi gestasional +
proteinuria
a.
Saat usia kehamilan > 20 minggu disertai
proteinuria.
b.
TD normal Kembali setelah 12 minggu postpartum
c.
Hasil Lab :
i.
Proteinuria : 300 mg/24 jam atau 30 mg/dL atau
+1 dipstik dalam sampel urin
d.
Faktor resiko :
i.
Usia<20 tahun dan >35 tahun
ii.
Nullipara
iii.
Obesitas
iv.
Multipara
v.
Multiple gestation
vi.
Mola Hidatosa
vii.
DM, Penyakit ginjal
viii.
Riwayat Keluarga atau hipertensi kronik
e.
Etiologi :
i.
Invasi abnormal trofoblas dari pembuluh darah
uterus
ii.
Intoleransi imunologi antara maternal dan
jaringan plasenta fetus
iii.
Maladaptasi maternal
iv.
Genetik
Etiologi ini
masih berupa dugaan karena preeklampsia masih berupa teori
f.
g.
Klasifikasi : Untuk tujuan penanganannya,
preeklampsia diklasifikasikan menjadi =
i.
preeklampsia ringAN (TIDAK DIGUNAKAN LAGI)
ii.
preeklampsia berat
1.
Sekarang semuanya adalah preeklampsia berat
2.
Disertai HELPP Syndrome
3.
Oliguria<500 mL dalam 24 jam
4.
Gangguan cerebral atau visual oleh karena vasopasme
cerebral
5.
Edema Paru
6.
Nyeri ulu hati
7.
Kenaikan Fungsi Hati
8.
Trimbositopenia
9.
Gangguan pertumbuhan janin oligohiroamnion
h.
Pemeriksaan Lab
i.
i.
Komplikasi Preeklampsia -> yang tadi
kelahiran aman setelah masa nifas malah preeklampsia
j.
HELPP Syndrome
k.
l.
Penanganan
i.
Ringan
1.
Masih bisa kelahiran pervaginaan
2.
Lebih baik SC bila hipertensi sudah <34
minggu
ii.
Berat
1.
Bila masih <34 minggu harus menunggu >34
minggu dan harus dirawat inap, bila IUGR berat harus abortus medis
2.
Prinsip penanganan : Kontrol TD, Jaga jarak
kejang, Terminasi kehamilan untuk perbaiki preeklampsia
3.
Kontrol tekanan darah : Nefedipin (paling sering), Methyldopa,
Hydralazine, Labetolol dengan tujuan pemberian untuk menjaga TD stabil 140-150/90-100
4.
Menjaga Kejang adalah dengan MgSO4 4-6 g loading dose yang diikuti maintenance 2
g/jam dengan infus dan di stop saat ingin persalinan
5.
Saat persalinan bila TD >160/100
antihipertensi tetap diberikan
m.
3.
Eklampsia
a.
Preeklampsia + kejang karena klonik genral
b.
25 % sebelum persalinan, 50% saat persalinan,
25% setelah persalinan
c.
Orang tanpa preeclampsia (normal) tiba-tiba
kejang itu sering
d.
Komplikasi :
e.
Penanganan :
i.
Resusitasi maternal
1.
Jaga ABC
2.
Cegah aspirasi dan berikan oksigen NRBM
3.
Bersihkan muntah dengan suction
ii.
Mencegah terjadinya kejang berulang
1.
Pemberian
MgSO4
iii.
Kontrol Tekanan Darah
iv.
Terminasi
kehamilan (mengakhiri kehamilan)
v.
Penanganan post partum
1.
Monitoring vital sign, input dan output cairn
2.
Pemberian MgSO4 hingga 24 jam post partum atau
sejak kejang terakhir
vi.
Pemberian Magnesium sulfat.Dihentikan bila
Respirasi rektal kurang dari 16 kali per menit.,Reflek platella tidak ada,
Output urin kurang dari 30 milliliter per jam.
vii.
Penanganan bila terjadi intoksikasi magnesium
sulfat:.Pertama Intravena 1g kalsium glukonas 10%,. Kedua berikan oksigen,
Ketiga jaga airway, Dan yang terakhir menghentikan magnesium sulfat.
viii.
Prognosis eklampsia.Buruk.Bila ditemukan.Satu
atau lebih dari : koma 6 jam atau lebih, Suhu 39 derajat ,Nadi lebih dari 120
kali per menit,Tekanan darah sistolik lebih dari 200, Respirasi rate nya lebih
dari 40 kali per menit, dan kejangnya lebih dari 10 kali.
4.
Hipertensi Kronik superimposed
a.
Biasanya sebelum hamil sidah hipertensi
b.
Hipertensi yang terjadi sebelum minggu ke-20
kehamilan dan bila terlihat pada minggu ke-20 akan tetap menetap sampai 12
minggu postpartum
5.
Hipertensi kronik
a.
Tensi >140 dan terdapat proteinuria setelah
usia kehamilan 20 minggu
b.
viii.
b.
DM pada kehamilan
i.
Terjadi pada 2-3% kehamilan
ii.
Klasifikasi :
1.
Pre gestational terjadi sebelum kehamilan
insiden 20% pada kehamilan DM dapat berupa DM tipe 1 dan 2
2.
Gestational DDM didiagnosa Ketika hamil. Jadi
awalnya ibu tak DM lalu terdeteksi DM. Terjadi 80%
iii.
Diagnosa :
1.
Pre Gestational :
a.
Gula Drah/ GDP 126mg/Dl
b.
Presentasi glukosa per oral/ OGTT > 200 mg/dL
c.
Gejala dan tanda klasik : RBS>200 mg/Dl
2.
Gestational :
a.
Resiko rendah :
i.
<25 tahun
ii.
BBnormal sebelum hamil
iii.
BB normal saat hamil
iv.
Tidak ada metabolism glukosa abnormal
v.
Taka da Riwayat melahirkan bayi bermasalah
b.
Resiko tinggi :
i.
Obesitas
ii.
Riwayat keluarga mempunyai DM tipe 2
iii.
Riwayat GD sebelumna
3.
Faktor Resiko :
4.
Pemeriksaan :
a.
50 mg Oral Glucose tolerance test : sudah jarang
digunakan, dilakukan tes Kembali setelah 1 jam, Bila RBG > 140 mg maka perlu
tes diagnostic
b.
Tes diagnostic
c.
Tes OGTT 3 jm
d.
100 mg setelah puasa selama 8-14 jam
e.
Biasanya GDP dan GD 2 jam
5.
EFEK :
a.
Peningkatan insulin karena efek diabetogenic
b.
DKA/Hipoglikemia
c.
Progresif retinopati
d.
Memperbesar Nefropati
e.
Resistensi insulin = HPL, Peningkatsn kortisol,
estriol, dan progesterone, juga kerusakan insulin oleh ginjal dan plasenta.
f.
Pada Maternal : Preeklampsia dan infeksi (UTI,
korioamnionitis, dan Endometritis. ->. Diabetes tidak dapat menular seperti
virus ke janin.
g.
Pada Fetal : Kematian perinatal karena hipoksia intrauterine,
Makrosomia (BB> 4K kg) -> berat bayi tak sesuai usia kehamilan, Hipoglikemia,
dll.
6.
Penanganan :
a.
Yang terinfeksi:
i.
Jaga level glukosa darah < 95 mg/dl
ii.
Diet (intake kalori 30/kcal/kg
iii.
Monitoring glukosa setiap bulan setelah 2 jam
makan
iv.
Terapi medikamentosa insulin= terapi ini paling
aman karena obat tidak memasuk sawar darah plasenta
b.
Obstetri :
i.
Trimester 1 = Tes fungsi mata, ginjal, radio,
HBAIc
ii.
Trimester 2 = Periksa tekanan darah, Serum AFP
pada usia kehamilan 16-18 minggu. USG
iii.
Trimester 3 = USG serial untuk memantau
perkembangan fetal
7.
Waktu persalinan = yang optimal adalah 38-40
minggu (kehamilan aterm). Tapi bila terdapat kencing manis yang tak terkontrol
biasanya berat bayi lebih dari usia kehamilan dan bila sudah 4 kg dalam eaktu 8
bulan harus segera laksanakan terminasi.
8.
Evaluasi postpartum = pada saat ini masih
gunakan insulin tapi bisa diganti jadi hipoglikemi oral yang diberikan 6 minggu
setelah melahirkan. NOTES : Semua perempuan dengan DM harus menggunakan OGTT 75g.
9.
Implikasi jangka Panjang :
a.
Diabetes Maternal
b.
Intoleransi glukosa pada anak
c.
Anak obesitas
d.
Penyakit jantung
c.
Penyakit jantung dan penanganannya
i.
Biasanya Wanita dengan penyakit Jantung
diharapkan konsul terlebih dahulu sebelum melaksanakan kehamilan (boleh hamil
atau tidak?). Biasanya kasus ini jarang terjadi karena butuh rujukan dari dr jantung
ii.
Insidensi : 1% dari seluruh kehamilan dan
penyebab kematian no 3 pada Wanita usia 25-44
iii.
Klasifikasi
1.
Konginetal
2.
Sianotik dan nonsianotik
3.
Klinis (Class I s/d IV)
a.
I = Tidak ada ketebatasan akrifitas fisk
b.
II = Keterbatasan ringan, aktifitas fisik tanpa
keluhan saat istirahat, aktifitas normal yang mencetuskan ketidak nyamanan
c.
III = Keterbatasan berat aktifitas fisik,
aktifitas ringan dapat menyebabkan ketidaknyamanan
d.
IV = Ketidakmampuan melakukan aktifitas apapun
tanpa mencetus kenyamanan meskipun istirahat.
e.
iv.
Perubahan Hemodinamik antepartum :
1.
Vol darah meningkat 50%
2.
Resusitensi vaskuler sistemik turun 20%
3.
Tekanan darah: sistolik emnurun 5-10 mmhg, diastolic
menurun 10-15 mmhg, setelah 24 minggu lalu pulih Kembali sampai aterm
4.
Nadi meningkat 10-15 kali per menit
v.
Perubahan hemodinamik intrapartum
1.
Output cardiac meningkat 20-30% saat fase aktif
2.
Setiap kontraksi memeras 300-500 ml darah dari
uterus ke sirkulasi
3.
Selama kontraksi TD meningkat 10-20 mmhg
4.
Konsumsi oksigen lebih dari 100% lebih tinggi disbanding
saat awal persalinan.
vi.
Perubahan hemodinamik postpartum
1.
Output cardiac meningkat 10-20%
2.
Stroke volume meningkat
3.
Refleks bradikardi
4.
Berlangsung 2 minggu setelah persalinan
5.
vii.
Diagnosis :
1.
Kesulitan mendiagnosis saat kehamilan =
sebenarnya tidak sulit karena bila sakit jantung dari awal ibu akan serasa
sesak
2.
Gejala dan tanda : rasa berdebar -> biasanya
di usia kehamilan muda terasa gejalanya
3.
Pemeriksaan tambahan : EKG, fotothorax,
echocardiografi
4.
viii.
Gejala Klinik :
1.
Dispneu atau orthopneu yang progresif
2.
Batuk malam hari
3.
Muntah darah
4.
Sinkop
5.
Nyeri dan rasa tak nyaman di dada
ix.
Tanda klinik :
1.
Sianosis
2.
Clubbing finger termasuk penyakit jantung bawaan
3.
Distensi vena leher yang persisten
4.
Murmur diastolic
5.
Kardiomegali
6.
Aritmia persisten
7.
Hipertendi pulmonal
x.
Resiko mortalitas ibu
1.
Grup 1 : mortalitas <1% : ASD, VSD ->
kelainan katup jantung
2.
Grup 2 : mortalitas 5-15% : mitral stenosis NYHA class III dan IV -> stenosis
3.
Grup III : mortalitas 25-50% : hipertensi
pulmonal -> bisa tak boleh hamil atau bila hamil disarankan aborsi
xi.
Manajemen Antepartum
1.
Follow up ketat selama kehamilan
2.
Perhatikan perubahan ringan saat aktifitas dan
keluhan
3.
Monitoring
xii.
Persalinan dan kelahiran
1.
Hindari kelebihan cairan -> no tetes infus
cepat
2.
Pemberian Oksigen
3.
Posisi setengah duduk miring kiri
4.
Sedapat mungkin tidak menggenjan ->
pilihannya C section
xiii.
Kesimpulan
Penderita CLASS III & IV tak boleh hamil, bila
hamil harus aborsi
D. Kelainan
Penyakit pada Plasenta dan Tali Pusat
Terlihat interface plasenta bayi dan tali
pusat yang terdiri dari 1 bagian besar dan 2 bagian kecil. Bagian besar Bernama
vena umbilicalis dan kecil Bernama a. umbilicalis. Pada tahap asuhan persalinan
normal –> manajemen kala III ->
Persalinan selesai
a.
Plasenta
i.
Makroskopik :
1.
Cakram dan bulat dan ada kotiledon
2.
Dengan diameter 15-20 cm
3.
Tebal 1,5-3cm
4.
Berat +- 500 gram
5.
Posisi : 99,5% berada di segmen atas Rahim
6.
2/3 pada permukaan posterior
7.
1/3 pada permukaan anterior
ii.
Terbentuk dari :
1.
Korion frondusum (bagian dari janin)
2.
Desidua basalis (bagian maternal) = tampak
kotiledon
3.
Cek plasenta utuh atau tidak liat maternal
surfacenya
iii.
Permukaan terbagi menjadi 2 :
1.
Pars fetalis
a.
Halus-mengkilap dan tertutup selaput amnion
b.
Insersio tali pusat parasentral dan terlihat
pembuluh darah tali pusat yang menyebar
2.
Pars maternalis
a.
Bewarna abu-abu kemerahan
b.
Terdiri dari 15-20 kotiledon
c.
Masing-masing kotiledon memiliki cabang vilus utama yang terbungkus dengan desidua
basalis
iv.
Sirkulasi shon memiliki 3 syarat utama pada
sirkulasi fetal :
1.
I = ductus venousus sekitar hepar
2.
II = bypass paru-paru = ductus arteriosus
foramen ovale disini fungsi paru” belum maksimal
3.
III = Ductus venosus – atrium kanan-atrium
kiri-vena aorta -> focus suplai darah ke otak. Perjalanan dari atrium harus
melalui foramen ovale
v.
Fungsi :
1.
Respirasi = pertukaran oksigen
a.
Oksigen dan karbondioksida melewati plasenta melalui
proses difusi sederhana
b.
Janin menghasilkan HbF yang memiliki afinitas
dan kapasitas pembawa yang lebih besar dibandingkan HbA (yang dihasilkan orang dewasa)
c.
Ikatan 2,3 Diphosphoglycerate (2,3 -DPG) yang
merupakan tempat pengikatan oksigen di molekul hemoglobin dalam HbFkurang erat
sehingga afinitas oksigen lebih besar
d.
Komponen HbF adlah 2 alpha dan 2 gamma, Kompone
HbA adalah 2 alpha dan 2 beta.
e.
Minggu ke 40 setelah lahir HbA dominan di dalam
byi dan selama 1 tahun HbF pun menghilang
f.
Keunggulan HbF adalah afinitasnya lebih besar
karena ikatan 2,3 DPG yang gampang melepaskan
g.
Kecepatan difusi oksigen tergantung pada
perbedaan gradien gas antara maternal dan janin, aliran darah maternal dan
janin, permeabilitas plasenta, dan Luas permukaan plasenta
2.
Nutrisi
a.
Transfer nutrient dari ibu ke anak terjadi
melalui :
i.
difusi sederhana : air dan elektrolit
ii.
Difusi terfasilitasi : glukosa
iii.
Difusi aktif : asam amino
iv.
Pinositosis : protein molekul besar dan sel
3.
Ekskresi : Proses metabolism sisa seperti urea
janin akan masuk sirkulasi ibu melalui difusi sederhana pada plasenta buang yang
tak terpotong
4.
Produksi enzim, misalnya oksitenase, monozim
oksidase-insulinase-histaminase alkalin fosfatase. PAPP memproduksi: PAPP ,
PAPP B, PAPP C, PAPP D, dan PPS fungsinya masih belum jelas.
5.
Pada koondisi tertentu barrier tak bisa menjadi
penghalan g sempurna. Barrier sendiri adalah penghakang janin dalam villi
choliaris terpisah materi dari darah maternal dalam spatium intervillus yang
terdiri dari :
a.
Endotel pembuluh darah janin
b.
Stroma vilus
c.
Sitotrofoblas
d.
Sinsitiotrofoblas
6.
Sifat barrier tidak sempurna karena masih dapat
dialui oleh IgG, hormone, antibiotika, sedative, dan virus tertentu atau
mikroorganisme. Yang terhalang adalah bila molekulnya besar seperti heparin dan
insulin
7.
Endokrin
:
a.
Protein (Sebagian besar diproduksi plasenta)
i.
Hcg
ii.
hPL
iii.
hCT
iv.
Hypothalamic dan pituary like hormone :
1.
GnRh
2.
CRF
3.
ACTH
4.
MSH
v.
Inhibin, relaksin, dan beta endorphin
b.
Steroid :
i.
Estrogen : diekskresikan melalui air seni
maternal dalam 3 bentuk E1, E2, dan E3. Yang paling berperan besar adalah E3
(Estriol) serum dan air seni maternal merupakan petunjuk penting dalam
menentukan Kesehatan janin.
ii.
Progesteron : sintesa terjadi pada sinsitiotrofoblas
dari kolesterol, ekskresi melalui urin dalm bentuk pregnandiol, sebagai precursor
dari adrenal janin untuk menghasilkan glukokortikoid dan mineralokortikoid
vi.
Kelain Bentuk Plasenta
1.
Plasenta Bilobata : terdiri dari 2 lobus yang
terhubung dengan jaringan plasenta
2.
Valamentous insersi : insersi tidak parasentral, circumvallate
: ada cincin” putih di sekitarnya
3.
Plasenta bipartite : 2 bagian sama besar,
insersi tali pusat di salah satu lobus dan cabang-cabang pembuluh tali pusat
berjalan didalam selaput ketuban menuju ke lobus yang lainnya
4.
Plasenta suksenteriata : satu lobus dan satu
lobus keci ,Tali pusat insersi pada lobus yang besar dan cabang pembuluh
berjalan dalam selaput ketuban ke lobus aksesorius
Biasanya akan terjadi pendarahan antepartum, dimana di
vasa previa ditemukan cabang pembuluh darah lewat ostium uteri internum
5.
Plasenta sirkumvalata : terdapat cincin putih
karena infark daerah tertentu, bisa sebabkan abortus, pendarahan antepartum,
persalinan preterm dan intra uterine fetal death
6.
Fenestrata : berlubang
7.
Spuria : taka da penghubung antara lobus, dpaat
mengakibatkan pendarahan dan ifeksi bila tertinggal
8.
Membranasea : Pasokan oksigen terhambat
vii.
Kelainan Berat plasenta
1.
Ukuran dan berat plasenta kan sangat besar pada
keadaan : DM, Sifilis, dan Hidrops Fetalis. Terkadang bisa dilihat ibunya baik
saja tapi plasentanya besar
viii.
Kelainan letak plasenta
1.
2.
Complete previa : tertutup total
3.
Partial previa : ½
4.
Marginal previa : di tepi tidak melewati ostium
plasenta
ix.
Kelainan adhesi/implantasi :
1.
Kelainan letak : akhir-akhir ini banyak karena Tindakan
CS, biasanya irisanlow segment setelah hamil selanjutnya (implantasi) akan
kesana maka tibul kelainan. Biasanya dianjurkan jika sudah CS 2 kali tak boleh
hamil lagi
2.
Jonjot plasenta insersi ke dalam dinding rahim hanya
sampai pada lapisan atas dari stratum spongiosum
3.
Kelainan vili korialis menembus dinding uterus :
a.
Akreta : tepi mio akibat desidua
b.
Inkreta : dalam mio
c.
Pakreta : tembus serosa
x.
Penyakit Plasenta
1.
Insersi baik dan ibu baik tapi terdapat infark
plasenta
a.
Banyak pada kasus hipertensi
b.
Putih karena deposit fibrin dimana USG
mendapatkan hipoukoid yang berada di sela-sela kotiledon
c.
Merah :
pendarahan vasa maternal
2.
Klasifikasi : proses pengapuran di lapisan
nitabuch (28 minggu) dalam klinis adalah serotinus
3.
Disfungsi
a.
Ganggusan fungsi untuk pertukaranudara dan
penyaluran sisa metabolism ke sirkulasi ibu untuk diekskresikan
b.
Komplikasi : gangguan perkembangan dan
pertumbuhan janin, persalinan premature, BBLR, dan kematian janin dalam Rahim.
c.
DM, Hipertensi, penyakit ginjal, jantung,
serotinus, bisa tampak adanya penyakit plasenta
xi.
Lesi Plasenta
1.
Korioangioma = tumor pembuluh darah plasenta
yang bila ditemukan perlu dipantau
b.
Tali Pusat
i.
Anatomi :
1.
Dari : connecting stalk
2.
Panjang kurang lebih 50 cm
3.
Diameter 2 cm
4.
Struktur : erdiri dari jaringan ikat mesodermal
yang disebut Wharton jelly terbungkus dengan amnion dan bisa dimanfaatkan
sebagai stem cell
ii.
Wharton’s Jelly
1.
Banyak sel muda yang dapat diambil
2.
Berstruktur seperti jelly
3.
Tidak ada vaskularisasi
4.
Fungsi :
a.
Beri fleksinbilitas dan kekuatan pada tali pusat
b.
Transfer air dan metabolit antara cairan amnion
c.
Bantu remodelling dan embryogenesis
d.
Selaput ketuban bisa disimpan bila digunakan
pada operasi tertentu
iii.
Isi :
1.
1 vena umbilicalis yang bawa aliran darah
teroksigenisasi dari plasenta menuju janin
2.
2 arteri umbilikalis bawa aliran darah yang
telah alami deoksigenisasi dari janin menuju ke plasenta
3.
Sisa yolk sac dan allantois
iv.
Struktur sangat dinamik :
1.
Dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
a.
Usia kehamilan
b.
Jumlah cairan ketuban dan komposisinya
c.
Gerakan Fetus
d.
Hemodinamik Fetoplasental
e.
Komplikasi matenal selama kehamilan
2.
Evaluasi tali pusat ke potongan longitudinal dan
transversal
3.
Potongan melintang dilakukan agar dapat melihat
ukuran Pembuluh darah talipusat dan jumlah Wharton jelly
4.
Penyimpanan sel darah/ talp usat terdiri untukk
stem cell suatu saat digunakan bila ditemukan leukimia
v.
Tali pusat dibentuk pada minggu ke-5 dan
bertampah Panjang sampai usia 28 minggu, Rata” Panjang tali pusat 50-60 cm
vi.
Fungsi :
1.
Media transportasi nutrisi dan oksigen
2.
Media pengualan sisa zat metabolism
3.
Media zat antibody dari ibu ke janin
vii.
Insersio
1.
Umum : pars fetalis plasenta secara parasentral
(70%)
2.
Abnormal :
a.
Insersio marginalis ( battledore insertion )
b.
Insersio vilamentosa : insersio pada selaput
ketuban dan pembuluh darah masuk kedalam plasenta melalui tepi plasenta.
Bila pembuluh
darah tersebut melintasi ostium uteri internum disebut sebagai vasa previa.Vasa
previa dapat terjadi pada kelainan plasenta succenteriata.
viii.
Kelainan insersi tali pusat
ix.
Kelainan Panjang Tali Pusat :
1.
Talip usat pendek metupakan penyebab dari :
a.
Pendarahan intrapartum akibat solusio plasenta
(lepas sebelum waktunya).
b.
Hambatan desensus pada persalinan
c.
Inversio uteri
2.
Panjang :
a.
Tali pusat terkemuka atau menumbung
b.
Lilitan tali pusat
c.
Simpul tali pusat
i.
True knot :asfiksia
ii.
False knot : Wharton jelly berlebihan disatu
tempat dalam tali pusat
d.
Tali pusat terpuntir : umumnya terjadi didekat umbilicus
dimana jumlah whartin jelly kurang banyak
3.
Lihat
gambar kiri terdapat dopler (merah = aliran ke perut dan biru = aliran dari
perut. Gambar kanan lengkung 3 terlihat erat dengan janin.
4.
Hematoma tali pusat = rupture pembuluh darah
5.
Arteri umbilikalis tunggal bentuk kayak mickey
mouse, sering berkaitan dengan kelainan konginetal -> USG
x.
Arteri Umbilikalis Tunggal SUA
1.
Absen dari salah satu a. umbilikalis
2.
Insiden : lahir hidup, gemelli, kematian
perinatal
3.
Meningkat bila ibu : Diabetis, epilepsy,
oligohidroamnion, Hidramnion, Abnormalitas kromosom.
xi.
Selain pembuluh darah, coiling juga menghitung Panjang
tali pusat total, agak sulit dihitung
Comments
Post a Comment